Semenjak saya mengenal dia, saya menjadi lebih banyak bergaul dengan puisi. Lebih banyak membaca puisi-puisi yang ada diperpustakaan sekolah dan puisi-puisi yang ia kirimkan kepada saya. Saya menyukai semua puisi yang ia kirimkan. Puisi-puisi yang menurut saya romantic, meski mungkin hanya 4 atau 5 kalimat saja. Dulu saya berpikir bahwa puisi-puisi itu hanya dikirimkan untuk saya, tapi belakangan ini setelah beberapa minggu tamat dari SMA saya baru menyadari bahwa itu semua bukan khusus untuk saya. Awalnya saya merasa kecewa, saya berpikir mungkin tidak hanya saya saja yang special di hatinya saat itu, tapi ya sudahlah toh itu sudah lama terjadi. Tapi meski begitu rasa suka saya terhadap puisi-puisi dia tidak pernah berubah. Setiap goresan kata-kata pada puisi yang dihasilkannya selalu dapat menyentuh hati saya. Mungkin karena itulah saya masih menyimpan beberapa puisi yang ia kirimkan kepada saya.
Setelah berhasil membuat karya pertama saya itu, saya semakin semangat untuk mencoba dan terus mencoba menulis puisi. Karena mungkin saat itu dulu yang saya rasakan adalah munculnya perasaan aneh yang kebanyakan orang menyebutnya “jatuh cinta” maka kebanyakan dari puisi-puisi yang saya buat diwaktru itu adalah tentang betapa indahnya perasaan yang sedang saya rasakan itu. Saya juga menyukai bintang dan malam, maka puisi saya pun sedikit banyak bertema tentang bintang dan malam yang saya gabung dengan perasaan indah yang saya rasakan.
Kini, saat saya membaca ulang tulisan-tulisan saya dulu, saya malah merasa lucu. Lucu sekali membayangkan betapa polosnya perasaan saya saat membuatnya. Sebuah perasaan yang bahagia karena menemukan cinta pertama yang dituangkan melalui goresan-goresan tinta pena dengan senyum yang mengembang kala secarik kertas telah dipenuhi oleh kata-kata bahagia, harapan dan impian. Terkadang malah terlalu muluk saat menuliskan bahwa akan bahagia berdua selamanya. Tapi itulah mungkin sebuah perasaan dan harapan yang jujur dirasakan saat itu.
Lalu saya juga membaca kembali puisi yang saya tulis ketika perasaan bahagia dan harapan-harapan saya kala itu tidak akan terwujud. Kenyataan berkata lain. Cinta pertama itu pergi meninggalkan luka dan kenangan. Tulisan-tulisan saya menjadi banyak sekali kata-kata yang berderai air mata. Menjadi tulisan yang bertemakan kesedihan, kehilangan dan segala hal muram yang saya rasakan saat itu.
Ternyata puisi-puisi atau tulisan-tulisan yang saya tulis lumayan juga, seperti cerita teenlit para remaja. Hehehehe… lucu sekali. Tapi itulah, sebuah perasaan jujur itu yang melahirkan karya menurut suasana hati saya saat itu.
Semenjak tamat SMA sampai sekarang saya berusaha untuk membuat puisi yang tidak hanya menggambarkan suasana hati saya saat membuatnya, tapi saya juga berusaha membuat puisi dengan menggabungkan kata-kata yang menurut saya akan menjadi indah bila disatukan tetapi tidak menghilangkan temanya. Meski kadang saya lebih banyak malas untuk kembali menulis karena rasanya semangat saya untuk menulis kembali pudar hanya karena suasana hati yang tidak enak. Tapi setiap membaca tulisan puisi teman-teman saya, saya merasa sedikit datri semangat itu kembali lagi. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk menulis apa saja ketika saya ingin saya menulis. Karena rasanya saya sudah lama sekali tidak menulis. Semoga semangat ini tidak akan padam lagi. Ayo semangat!! ^^
Kamis, 24 Februari 2011
Jumat, 18 Februari 2011
rindu yang terkukung
10 desember 2010 - 20.50
Aku rindu jingga yang di hadirkan senja untukku.
Aku rindu yang dulu di hadirkan hujan untukku.
Aku rindu pada suasana yang di ciptakan nya.
Rindu pada semua hal yang dapat menentramkan ku.
Pada hujan,
Pada senja,
Pada laut,
Pada angin yang dengan lembut menerpa wajah ini.
Terkukung di ruang sempit ini begitu menyesakkan.
Dengan segala pernak-pernik yang membuat nya bertambah sesak, pengap.
Kertas-kertas yang berserakan,
Buku-buku tebal yang sudah robek disana sini,
Tinta, coretan-coretan itu,
Semua nya seakan ingin menenggelamkan ku ke dunia yang selama ini aku hindari.
Memenjarakan ku.
Aku rindu jingga yang di hadirkan senja untukku.
Aku rindu yang dulu di hadirkan hujan untukku.
Aku rindu pada suasana yang di ciptakan nya.
Rindu pada semua hal yang dapat menentramkan ku.
Pada hujan,
Pada senja,
Pada laut,
Pada angin yang dengan lembut menerpa wajah ini.
Terkukung di ruang sempit ini begitu menyesakkan.
Dengan segala pernak-pernik yang membuat nya bertambah sesak, pengap.
Kertas-kertas yang berserakan,
Buku-buku tebal yang sudah robek disana sini,
Tinta, coretan-coretan itu,
Semua nya seakan ingin menenggelamkan ku ke dunia yang selama ini aku hindari.
Memenjarakan ku.
keraguan ini
Rabu, 15 desember 2010
Sudah beberapa minggu belakangan ini selalu ada yang mengganggu pikiranku.
Aku mulai merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.
Kini aku merasa jenuh,
jenuh dengan segala usahaku membuka hati untuknya
Sangat jenuh dengan semua ini.
Bingung harus bersikap bagaimana,
Dan bingung harus mengambil tindakan apa..
Aku mulai merasa tidak nyaman dengan keadaan seperti ini…
Sebenarnya aku tidak ingin menyesali keputusan yang dulu pernah aku ambil.
tapi akhirnya penyesaklan itu memang selalu datang belakangan.
Bodoh!
itu yang aku rasakan saat ini.
Selalu tidak berpikir matang.
mengambil keputusan bukan berdasarkan keinginan hati yang paling dalam.
Kini semua terasa menyebalkan.
Dari awal memang aku yang salah.
Mencoba tanpa berpikir mungkin akan menghadapi resiko apa.
Kini semua tlah terjadi dan kini harus menghadapi perasaan ini.
Aku mulai jenuh.
rasa ini mulai terasa menyakitkan bagiku
Aku merasa selama ini semuanya adalah semu belaka.
Semua kepura-puraan ku.
Atau mungkin sebagai ucapan dan rasa terima kasih karena dia terlalu baik pada ku.
Lalu sekarang, AKU HARUS BAGAIMANA??
Banyak resiko yang harus aku pikirkan sebelum mengambil keputusan lagi.
banyak perasaan yang harus aku libatkan.
Sejujurnya kalau dulu aku tidak perlu memikirkan bagaimana hubungan ku dengan teman-teman yang lain seandainya aku menolak dia, mungkin aku tidak merasa sebingung sekarang ini. Tidak harus memikirkan bagaimana reaksi mereka nanti kalau kejadian dan perasaan seperti sekarang ini ada.
Kini, tiap malam, tidak hanya malam, saat aku termenung pun, slalu terpikir kata “seandainya” itu..
Dan akhir nya aku slalu berpikir kenapa tidak sabar menunggu saja.
Menunggu orang yang sudah jelas aku nanti,. Tapi, entahlah….
Sudah beberapa minggu belakangan ini selalu ada yang mengganggu pikiranku.
Aku mulai merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.
Kini aku merasa jenuh,
jenuh dengan segala usahaku membuka hati untuknya
Sangat jenuh dengan semua ini.
Bingung harus bersikap bagaimana,
Dan bingung harus mengambil tindakan apa..
Aku mulai merasa tidak nyaman dengan keadaan seperti ini…
Sebenarnya aku tidak ingin menyesali keputusan yang dulu pernah aku ambil.
tapi akhirnya penyesaklan itu memang selalu datang belakangan.
Bodoh!
itu yang aku rasakan saat ini.
Selalu tidak berpikir matang.
mengambil keputusan bukan berdasarkan keinginan hati yang paling dalam.
Kini semua terasa menyebalkan.
Dari awal memang aku yang salah.
Mencoba tanpa berpikir mungkin akan menghadapi resiko apa.
Kini semua tlah terjadi dan kini harus menghadapi perasaan ini.
Aku mulai jenuh.
rasa ini mulai terasa menyakitkan bagiku
Aku merasa selama ini semuanya adalah semu belaka.
Semua kepura-puraan ku.
Atau mungkin sebagai ucapan dan rasa terima kasih karena dia terlalu baik pada ku.
Lalu sekarang, AKU HARUS BAGAIMANA??
Banyak resiko yang harus aku pikirkan sebelum mengambil keputusan lagi.
banyak perasaan yang harus aku libatkan.
Sejujurnya kalau dulu aku tidak perlu memikirkan bagaimana hubungan ku dengan teman-teman yang lain seandainya aku menolak dia, mungkin aku tidak merasa sebingung sekarang ini. Tidak harus memikirkan bagaimana reaksi mereka nanti kalau kejadian dan perasaan seperti sekarang ini ada.
Kini, tiap malam, tidak hanya malam, saat aku termenung pun, slalu terpikir kata “seandainya” itu..
Dan akhir nya aku slalu berpikir kenapa tidak sabar menunggu saja.
Menunggu orang yang sudah jelas aku nanti,. Tapi, entahlah….
Kamis, 17 Februari 2011
SAYA MENYUKAI PUISI
Saya telah menyukai puisi sejak kecil. Mungkin tepatnya saat bersekolah di sekolah dasar. Saat itu saya mengenal puisi dari guru bahasa Indonesia di sekolah. Entah apa sebabnya hingga saya begitu menyukai puisi, yang jelas saat itu saya mulai belajar membacakan puisi di hadapan orang-orang. Mula-mulanya di depan kelas hingga di depan orang banyak pada suatu acara. Saya merasakan ada suatu sensasi tersendiri yang saya senangi ketika membaca puisi. Meski gugup, tapi saya menyukainya. Saat itu aku hanya menyenangi puisi untuk sekedar membacanya, tidak berniat untuk mencoba membuatnya sendiri. Tapi saya ingat saat kelas 6 SD dulu, saya mulai membuat puisi untuk pertama kalinya. Saat itu saya hanya menulis apa yang sedang saya rasa tehadap teman-temanku di sekolah. Perasaan seorang anak kecil yang dikecewakan temannya. Sayangnya puisi itu tidak bisa saya temukan lagi sekarang.
Beranjak SMP saya semakin menyukai puisi, meski begitu saya selalu saja malas untuk mencari buku-buku puisi. Kemalasan saya itu membuat saya mulai melupakan kesenangan akan tiap-tiap kata yang dihadirkan puisi. Saya hanya membaca puisi-puisi yang ada di buku panduan mata pelajaran di sekolah. Saat di SMP saya menyukai seorang teman. Saat itu pun tanpa sadar saya menuliskan perasaan lewat sebuah puisi. Tapi saya tidak pernah memberikan puisi itu kepadanya. hanya sekedar itu, hingga akhirnya sampai sekarang orang yang pernah saya sukai itu tidak mengetahui perasaan saya kepadanya. Hahaha… saya merasa lucu sekali saat berusaha menyembunyikan perasaan saya dulu terhadapnya. Ah, sudahlah, kembali pada topic “saya menyukai puisi”.
Saat SMP itu saya tahu bahwa teman yang saya “sukai” itu pandai membuat puisi, karena saya cukup dekat dengannya, maka sebagai kenang-kenangan saya memintanya membuatkan sebuah puisi untuk saya. Sampai sekarang pun saya masih menyimpan puisi darinya. Hm, puisinya seperti ini :
HILANG
Wajah ingin tertera
Sambil membawa nafas tak terhela
Deru jiwa yang terkata
Membawa apapun untuk terhilang
Ceria….
Hilang…
Apa ini semua?
Membuat hati bingung dan tersakiti
Sifat acuh ini!
Derita dan duka!
Terus menenggelamkan hati di laut hitamku
Kenapa?!
Kenapa tak beri kesempatan?!
Malah terus menangis di atas laut ku
Hingga wajah telah hilang karena air matamu!!
Puisi yang baguskan? Saya menyukai puisi yang di buatnya. Mungkin karena itu lah sampai sekarang saya masih menyimpannya beserta memori tulisan-tulisan lain teman-teman saat SMP dulu. Karena tiap goresan yang mereka tulis untuk ku itu memiliki arti yang sangat besar. Huff, saya jadi merindukan mereka…
Baiklah kita lanjutkan. Kegemaran saya akan puisi mungkin tidak seberapa saat itu, terlebih lagi di dorong oleh rasa malas yang menjadikan puisi-puisi itu tenggelam. Memasuki masa SMA, saya mengikuti ekstrakulikuler yang saya sukai yaitu teater. Ternyata di sana, sedikit demi sediit saya kembali menemukan “rasa” akan puisi yang sudah mulai memudar. Terlebih lagi saat saya terlibat dalam kepengurusan majalah dinding sekolah, yang sekarang sayang sekali tidak saya temukan lagi ketika kembali mengunjungi sekolah saya itu, disana saya mengenal seseorang yang membuat kecintaan saya akan puisi kembali lagi.
Kehadiran nya seolah-olah menyadarkan saya bahwa selama ini saya telah melupakan puisi-puisi itu. Dia banyak mengirimi saya puisi-puisi dan meminta saya untuk membuatkannya satu tulisan. Saat itu saya bingung apa harus saya buat untuknya. Seorang guru yang saat itu menjaga perpustakaan disekolah saya, namanya ibu Lisa, beliau mengatakan kepada saya bahwa menulis puisi itu tidak harus menggunakan kata-kata puitis-puitis seperti para pujangga, cukup keluarkan apa yang sedang kita rasakan. Kehilangan, kegembiraan, kesedihan atau apapun itu, keluarkan dengan kata-kata atau tulisan yang jujur, jadi jika ada seseorang yang lain membacanya mereka dapat merasakan perasaanmu saat membuat tulisan itu. Saya sangat berterima kasih pada ibu Lisa. Sampai saat ini saya tetap mengingat nasehatnya itu. ^^
Maka, saat itu saya mulai membuat sebuah tulisan lagi. Dengan tujuan utama memenuhi janji saya pada dia. Jadilah tulisan saya saat itu, seperti ini :
Denting jam dari dinding kamarku berbunyi
Tak terasa, ternyata malam tlah terlalu larut
Namun aku masih terjaga
Mataku tak dapat terpejam meski raga ku tlah lelah
Pikiran ku melayang
Tiba-tiba aku ingat..
Saat ini, aku belum memenuhi satu janji..
Janji ku padamu.
Ku beranjak dari tempat tidurku
Ku ambil secarik kertas kosong
Ku tulis beberapa kalimat..
Aku tahu, aku bukanlah seorang pujangga
Yang punya segudang kata-kata indah
Tapi aku mencoba untuk memenuhi keinginanmu
Dam memenuhi janjiku padamu
Terangkai beberapa kalimat
Yang tak terlalu indah, tapi…
Inilah hasil karyaku
Meski bukan sesuatu yang berharga
Tapu aku tlah berhasil memenuhi janjiku…
Sebuah puisi yang standar banget kan? Tapi saya menyukainya, karna ini lah karya pertama saya lagi setelah lama melupakan puisi. Saat menerima ini, dia pun berkata padaku “jujur banget” dengan tersenyum. Saya hanya bisa tertawa dan berkata “yang penting saya gak bohong mau buat sesuatu untuk kamu kan..” ^_^
hm, kira-kira dia masih menyimpannya gak ya?? Atau malah udah lama hancur di tong sampah? Atau mungkin udah hilang gak tau jejaknya? Entahlah..hanya ia yang tahu.
Yang jelas saat itu saya mulai menyadari sebuah puisi merupakan bagian dari sebuah kejujuran.
Karna itulah saya menyukainya.
Beranjak SMP saya semakin menyukai puisi, meski begitu saya selalu saja malas untuk mencari buku-buku puisi. Kemalasan saya itu membuat saya mulai melupakan kesenangan akan tiap-tiap kata yang dihadirkan puisi. Saya hanya membaca puisi-puisi yang ada di buku panduan mata pelajaran di sekolah. Saat di SMP saya menyukai seorang teman. Saat itu pun tanpa sadar saya menuliskan perasaan lewat sebuah puisi. Tapi saya tidak pernah memberikan puisi itu kepadanya. hanya sekedar itu, hingga akhirnya sampai sekarang orang yang pernah saya sukai itu tidak mengetahui perasaan saya kepadanya. Hahaha… saya merasa lucu sekali saat berusaha menyembunyikan perasaan saya dulu terhadapnya. Ah, sudahlah, kembali pada topic “saya menyukai puisi”.
Saat SMP itu saya tahu bahwa teman yang saya “sukai” itu pandai membuat puisi, karena saya cukup dekat dengannya, maka sebagai kenang-kenangan saya memintanya membuatkan sebuah puisi untuk saya. Sampai sekarang pun saya masih menyimpan puisi darinya. Hm, puisinya seperti ini :
HILANG
Wajah ingin tertera
Sambil membawa nafas tak terhela
Deru jiwa yang terkata
Membawa apapun untuk terhilang
Ceria….
Hilang…
Apa ini semua?
Membuat hati bingung dan tersakiti
Sifat acuh ini!
Derita dan duka!
Terus menenggelamkan hati di laut hitamku
Kenapa?!
Kenapa tak beri kesempatan?!
Malah terus menangis di atas laut ku
Hingga wajah telah hilang karena air matamu!!
Puisi yang baguskan? Saya menyukai puisi yang di buatnya. Mungkin karena itu lah sampai sekarang saya masih menyimpannya beserta memori tulisan-tulisan lain teman-teman saat SMP dulu. Karena tiap goresan yang mereka tulis untuk ku itu memiliki arti yang sangat besar. Huff, saya jadi merindukan mereka…
Baiklah kita lanjutkan. Kegemaran saya akan puisi mungkin tidak seberapa saat itu, terlebih lagi di dorong oleh rasa malas yang menjadikan puisi-puisi itu tenggelam. Memasuki masa SMA, saya mengikuti ekstrakulikuler yang saya sukai yaitu teater. Ternyata di sana, sedikit demi sediit saya kembali menemukan “rasa” akan puisi yang sudah mulai memudar. Terlebih lagi saat saya terlibat dalam kepengurusan majalah dinding sekolah, yang sekarang sayang sekali tidak saya temukan lagi ketika kembali mengunjungi sekolah saya itu, disana saya mengenal seseorang yang membuat kecintaan saya akan puisi kembali lagi.
Kehadiran nya seolah-olah menyadarkan saya bahwa selama ini saya telah melupakan puisi-puisi itu. Dia banyak mengirimi saya puisi-puisi dan meminta saya untuk membuatkannya satu tulisan. Saat itu saya bingung apa harus saya buat untuknya. Seorang guru yang saat itu menjaga perpustakaan disekolah saya, namanya ibu Lisa, beliau mengatakan kepada saya bahwa menulis puisi itu tidak harus menggunakan kata-kata puitis-puitis seperti para pujangga, cukup keluarkan apa yang sedang kita rasakan. Kehilangan, kegembiraan, kesedihan atau apapun itu, keluarkan dengan kata-kata atau tulisan yang jujur, jadi jika ada seseorang yang lain membacanya mereka dapat merasakan perasaanmu saat membuat tulisan itu. Saya sangat berterima kasih pada ibu Lisa. Sampai saat ini saya tetap mengingat nasehatnya itu. ^^
Maka, saat itu saya mulai membuat sebuah tulisan lagi. Dengan tujuan utama memenuhi janji saya pada dia. Jadilah tulisan saya saat itu, seperti ini :
Denting jam dari dinding kamarku berbunyi
Tak terasa, ternyata malam tlah terlalu larut
Namun aku masih terjaga
Mataku tak dapat terpejam meski raga ku tlah lelah
Pikiran ku melayang
Tiba-tiba aku ingat..
Saat ini, aku belum memenuhi satu janji..
Janji ku padamu.
Ku beranjak dari tempat tidurku
Ku ambil secarik kertas kosong
Ku tulis beberapa kalimat..
Aku tahu, aku bukanlah seorang pujangga
Yang punya segudang kata-kata indah
Tapi aku mencoba untuk memenuhi keinginanmu
Dam memenuhi janjiku padamu
Terangkai beberapa kalimat
Yang tak terlalu indah, tapi…
Inilah hasil karyaku
Meski bukan sesuatu yang berharga
Tapu aku tlah berhasil memenuhi janjiku…
Sebuah puisi yang standar banget kan? Tapi saya menyukainya, karna ini lah karya pertama saya lagi setelah lama melupakan puisi. Saat menerima ini, dia pun berkata padaku “jujur banget” dengan tersenyum. Saya hanya bisa tertawa dan berkata “yang penting saya gak bohong mau buat sesuatu untuk kamu kan..” ^_^
hm, kira-kira dia masih menyimpannya gak ya?? Atau malah udah lama hancur di tong sampah? Atau mungkin udah hilang gak tau jejaknya? Entahlah..hanya ia yang tahu.
Yang jelas saat itu saya mulai menyadari sebuah puisi merupakan bagian dari sebuah kejujuran.
Karna itulah saya menyukainya.
Langganan:
Postingan (Atom)